Nabi Musa ‘alayhissalam, adalah seorang utusan Allah yang banyak kisahnya di Al Qur’an.
Beliau adalah seorang Rasul, nama Beliau disebutkan sebanyak 136 kali dalam Al-Quran, seorang Nabi terbaik dari kalangan Bani Israil, bergelar Kalimullah (orang yang diajak bicara secara langsung oleh Allah).
Beliau adalah Musa bin Imran, dan masih keturunan Nabi Ya’kub ‘alahis shalatu wa sallam.
Beliaulah yang menghadapi kekufuran seorang Fir’aun sampai Allah menenggelamkan di Laut (yang sebelumnya atas izin Allah terbelah menjadi 12 jalur sesuai dengan jumlah kabilah Bani Israil yang sedang kabur dari kejaran Fir’aun setelah Nabi Musa menghentakkan tongkatnya) dalam kisah yang shahih yang abadi di Al-Qur’an.
Menjelang dekatnya ajal beliau, Allah ‘azza wa jalla mengutus salah seorang hamba-Nya yang mulia di kalangan para malaikat.
Seorang malaikat yang menghancurkan semua kelezatan dan memutuskan semua kesenangan hidup, Malaikat Maut.
Makhluk suci yang Allah ‘azza wa jalla ciptakan dari cahaya.
Kisah Kematian Nabi Musa
Peristiwa ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ceritakan kepada para sahabat (bahkan umatnya).
Mengutus malaikat Maut kepada Musa ‘alaihissalam. Ketika dia mendatanginya, beliau menamparnya. Malaikat itu kembali kepada Rabbnya, lalu berkata, “Engkau telah mengutusku kepada seorang hamba yang tidak menyukai maut.”
Kemudian, Allah mengembalikan matanya dan berkata, “Kembalilah dan katakan kepadanya, supaya meletakkan tangannya di lambung seekor sapi jantan, lalu dia berhak pada setiap bulu yang ditutupi tangannya adalah satu tahun.”
Musa berkata, “Wahai Rabbku, kemudian apa lagi?”
“Kemudian adalah maut.”
Kata Musa, “Maka sekaranglah,” beliau pun memohon kepada Allah agar mendekatkannya ke Tanah Suci sejauh lemparan batu.
Kata rawi, “Kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Seandainya aku di sana, sungguh, pasti akan aku perlihatkan kepada kamu kuburannya di samping jalan dekat bukit merah.’.” (H.R. al-Bukhari no. 1339 dan Muslim no. 2372 dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Begitulah kisah kematian Nabi Musa. Sebuah berita gaib yang ash-Shadiqul Mashduq shallallahu ‘alaihi wa sallam ceritakan.
Hal ini kemudian sudah tentu menjadi berita dan kisah yang tidak kita sangsikan lagi kebenarannya.
Orang-orang yang beriman pasti menerima berita ini sebagaimana adanya. Sebab, mereka yakin terhadap apa yang Allah ‘azza wa jalla terangkan, bahwa Rasul-Nya tidak berbicara dengan hawa nafsu.
Apa yang beliau sampaikan tidak lain adalah wahyu yang Allah ‘azza wa jalla turunkan kepadanya.