Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda: “Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku (sahabat), kemudian generasi berikutnya (tabi’in), kemudian generasi berikutnya (tabi’ut tabi’in)”. Hadits ini shahih, muttafaq ‘alaih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Pengertian Sahabat
Mengutip dari sebuah artikel di muslim.or.id, Sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam dalam keadaan muslim, meninggal dalam keadaan Islam.
Meskipun sebelumnya dia pernah murtad (seperti Al Asy’ats bin Qais). Sedangkan maksud dengan berjumpa dalam pengertian ini lebih luas daripada sekedar duduk di hadapannya, berjalan bersama, terjadi pertemuan walau tanpa bicara.
Dan termasuk dalam pengertian ini pula apabila salah satunya (Nabi atau orang tersebut) pernah melihat yang lainnya.
Baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu Abdullah bin Ummi Maktum radhiyallahu’anhu yang buta matanya tetap disebut sahabat.
Kemuliaan Hati para Sahabat
Banyak sekali kisah yang menggambarkan kemuliaan para Sahabat ini. Salah satunya yang Abu Hurairah radhiyallahu’anhu riwayatkan yang saya kutip dari muslim.or.id berikut.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang untuk bertanya kepada para istri beliau.
Mereka menjawab, “Kami hanya punya air.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Siapa berkenan menerima orang ini sebagai tamunya?” Maka seorang laki-laki dari Anshar (yakni Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu) mengatakan, “Saya bersedia.”
Lalu dia pulang membawa tamunya ke rumah. Dia berkata kepada istrinya, “Muliakanlah tamu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Istrinya berkata, “Tapi kita tidak mempunyai makanan apa pun selain makanan anak-anak.”
Laki-laki itu berkata kepada istrinya, “Siapkan makanan, nyalakan lampu, tidurkanlah anak-anakmu jika kami hendak makan malam.” Maka istrinya menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya.
Kemudian istrinya berdiri seolah-olah hendak memperbaiki lampunya, namun justru memadamkannya. Lalu laki-laki itu bersama istrinya menampakkan kepada tamunya bahwa mereka berdua juga ikut makan (padahal tidak makan). Di malam itu, keduanya bermalam dalam keadaan menahan lapar.
Di pagi hari, laki-laki itu berangkat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tadi malam Allah takjub kepada perbuatan kalian berdua. Maka Allah Ta’ala menurunkan (firman-Nya):
“Dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9). (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3798 dan Muslim, no. 2054).
Dalil-dalil Al Quran tentang Keutamaan Para Sahabat
- Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Muhammad adalah utusan Allah beserta orang-orang yang bersamanya adalah bersikap keras kepada orang-orang kafir dan saling menyayangi sesama mereka. Engkau lihat mereka itu ruku’ dan sujud senantiasa mengharapkan karunia dari Allah dan keridhaan-Nya.” (QS. Al Fath)
- Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Bagi orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin yang diusir dari negeri-negeri mereka dan meninggalkan harta-harta mereka karena mengharapkan keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya demi menolong agama Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itulah orang-orang yang benar. Sedangkan orang-orang yang tinggal di negeri tersebut (Anshar) dan beriman sebelum mereka juga mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin) dan di dalam hati mereka tidak ada rasa butuh terhadap apa yang mereka berikan dan mereka lebih mengutamakan saudaranya daripada diri mereka sendiri walaupun mereka juga sedang berada dalam kesulitan.” (QS. Al Hasyr : 8-9) - Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah telah ridha kepada orang-orang yang beriman (para sahabat Nabi) ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon (Bai’atu Ridwan). Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka.
Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada mereka dan membalas mereka dengan kemenangan yang dekat.” (QS. Al Fath : 18) - Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang terlebih dulu (berjasa kepada Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka Allah telah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah.
Dan Allah telah mempersiapkan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. At Taubah : 100) - Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari dimana Allah tidak akan menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya. Cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka.” (QS. At Tahrim 🙂 (lihat Al Is’aad, hal. 77-78)
Dalil-dalil dari As Sunnah tentang Keutamaan Para Sahabat
- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian mencela seorang pun di antara para sahabatku. Karena sesungguhnya apabila seandainya ada salah satu di antara kalian yang bisa berinfak emas sebesar Gunung Uhud maka itu tidak akan bisa menyaingi infak salah seorang di antara mereka; yang hanya sebesar genggaman tangan atau bahkan setengahnya saja.” (Muttafaq ‘alaih) - Beliau juga bersabda,
“Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in) dan kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut tabi’in).” (Muttafaq ‘alaih) - Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bintang-bintang itu adalah amanat bagi langit. Apabila bintang-bintang itu telah musnah maka tibalah kiamat yang dijanjikan akan menimpa langit. Sedangkan aku adalah amanat bagi para sahabatku. Apabila aku telah pergi maka tibalah apa yang Allah janjikan akan terjadi kepada para sahabatku. Sedangkan para sahabatku adalah amanat bagi umatku. Sehingga apabila para sahabatku telah pergi maka akan datanglah sesuatu (perselisihan dan perpecahan, red) yang sudah Allah janjikan akan terjadi kepada umatku ini.” (HR. Muslim) - Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mencela para sahabatku maka dia berhak mendapatkan laknat dari Allah, laknat para malaikat dan laknat dari seluruh umat manusia.” (Ash Shahihah : 234) - Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Apabila disebutkan tentang para sahabatku maka diamlah.” (Ash Shahihah : 24) (lihat Al Is’aad, hal. 78)
Demikian sekelumit dari kisah tentang begitu mulianya Sahabat. Kadar keimanan mereka yang tidak ada duanya, mendapat pujian langsung dari Allah dan juga Rasul-Nya, Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam, tentunya bukan sembarang manusia yang mendapat kemuliaan seperti ini.
Semoga Kita mendapat kemudahan dalam mengikuti jejak mereka, meneladani tindak tanduk mereka yang selalu berada di jalan Allah, dan insyaAllah bisa bertemu mereka di surga-Nya Allah ‘azza wa jalla, aamiinn.