Sebagai orang tua kita pasti akan merasa bangga saat anak kita diumumkan menjadi peringkat kelas. Diberi piagam dan piala, lalu dipajang di ruang tamu. Sejak dulu setiap liburan sekolah ketika bertemu dengan kerabat atau family pasti yang ditanya adalah “naik kelas nggak?”, “rangking berapa?”. Pertanyaan yang mudah dijawab oleh orangtua yang memiliki anak dengan prestasi akademis di sekolah. Ada orangtua yang rela mengeluarkan dana lebih untuk memasukan anak ke berbagai bimbingan belajar yang memberikan garansi dapat meningkatkan prestasi akademis anak di sekolah. Bahkan terkadang orangtua tidak memperhatikan waktu anak yang terenggut untuk mengikuti kegiatan belajar tambahan tersebut. Tentunya tidak masalah ketika memang anaknya enjoy dan memiliki semangat yang sama seperti orangtuanya. Peringkat kelas untuk siswa, masih perlukah?



Apakah salah? Tentu tidak. Orangtua tentunya ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya dengan harapan anak-anak mereka memperoleh hasil yang bagus dalam belajar. Tetapi seperti kita ketahui bahwa setiap individu bersifat unik. Artinya antara individu yang satu dengan individu yang lain memiliki perbedaan bahkan untuk anak kembar identik sekalipun pasti memiliki minat dan potensi yang berbeda. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Howard Gardner tentang Multipple Intelligences. Bahwa setiap individu memiliki potensi kecerdasan masing masing. Setidaknya ada delapan potensi kecerdasan. Yaitu :
- kecerdasan linguistik
- kecerdasan matematis-logis
- kecerdasan visual
- kecerdasan musikal
- kecerdasan kinestetik
- kecerdasan interpersonal
- kecerdasan intra personal dan
- kecerdasan naturalis.
Peringkat kelas ditentukan dari capaian prestasi kognitif akademis. Pemberian peringkat yang menyebabkan adanya kompetesi di dalam ruangan kelas. Menciptakan adanya pengelompokan di dalam kelas berdasarkan capaian tersebut. Siswa sepuluh besar, siswa pertengahan dan siswa yang berada di dasar. Sisi positif dari pemberian peringkat kelas ini, mungkin anak jadi termotivasi untuk belajar. Sisi negatifnya kita jadi abai terhadap potensi yang sebenarnya dimiliki anak. Akibatnya potensi kecerdasan yang dimiliki anak menjadi terkubur karena kita tidak memberikan stimulus yang tepat.
Sebenarnya sistem pendidikan kita sudah lama menghapus sistem peringkat kelas ini. Tidak ada lagi kolom untuk menuliskan peringkat kelas. Hanya saja terkadang, karena sudah membudaya banyak orangtua yang ingin mengetahui peringkat anaknya di kelas. Sehingga guru akhirnya mengumumkan peringkat kelas ini. Alangkah lebih baik apabila yang diberikan penghargaan bukan saja capaian akademis anak tetapi hal-hal lainnya yang berkaitan dengan potensi kecerdasan anak. Misalnya penghargaan bagi anak yang rajin membaca untuk stimulus siswa dengan kecerdasan linguistik, atau penghargaan untuk ketua kelas terbaik, ketua kelompok terbaik untuk stimulus bagi anak dengan kecerdasan interpersonal. dan bentuk penghargaan lainnya supaya peringkat kelas berdasarkan capaian prestasi kognitif akademis anak bukan lagi menjadi satu satunya acuan kecerdasan seseorang.
Terakhir, teringat perkataan Albert Einstein, “Semua orang jenius. Tetapi jika anda menilai ikan dari kemampuannya untuk memanjat pohon maka seumur hidupnya ia percaya bahwa dirinya bodoh”. Semoga bermanfaat.