Sudah merasa begah. Sorotan ditujukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Kondisinya tidak mudah memang. Pandemi yang masih berlangsung. Angka peningkatan kasus yang terus meningkat. Tapi dihadapkan juga dengan kegiatan pendidikan yang harus tetap berjalan. Orangtua yang mulai lelah, harus berbagi kegiatan yang sudah begitu sibuk ditambah lagi harus membimbing anak mereka belajar. Ditambah lagi keadaan ekonomi yang semakin sulit plus anggaran tambahan untuk membeli kuota menambah beban hidup menjadi berlipat. Kondisi fisik yang harus fit dan tidak stress agar terhindar dari ganasnya covid rasanya tidak mudah. Mau tidak mau harus difikirkan. Dan begitupun tidak mudah bagi mas menteri dalam menentukan kebijakan. Perluasan kegiatan tatap muka ke zona kuning menuai pro kontra. Meski sebetulnya keputusan dikembalikan kepada orangtua apakah melepas putra-putrinya ke sekolah atau melanjutkan pembelajaran jarak jauh. Semua serba dilematis. Antara menyelamatkan generasi versus ancaman terciptanya kluster-kluster baru penyebaran covid.
Tuntutan pembelajaran tatap muka saat pandemi untuk menghindari stress pada anak karena terlalu lama di rumah bisa difahami. Tapi kita tak bisa bertaruh dengan keselamatan anak-anak kita saat di sekolah. Meski mas menteri sudah wanti-wanti bahwa sekolah yang akan menyelenggarakan kegiatan tatap muka harus lah menggunakan standar yang ketat. Pertanyaannya adalah sejauh mana juga kesiapan sekolah dalam mempersiapkan pembelajaran tatap muka ini.
Memperhatikan Protokoler Kesehatan



Sebagaimana banyak diberitakan tentang sekolah-sekolah di Eropa seperti Perancis yang tentunya standar sekolahnya serta fasilitasnya lebih lengkap dari sekolah-sekolah di negara kita secara umum. Meliburkan kembali siswanya setelah hanya beberapa saat beroperasi. Lalu bagaimana dengan kita yang kita tahu kondisinya bagaimana. Pahamkah sekolah dengan apa yang disebut dengan protokoler kesehatan di sekolah. Apakah cukup dengan menyediakan tempat cuci tangan dan alat deteksi suhu? Tentu tidak. Melihat kondisi sekolah-sekolah saat ini rasanya, kita harus mafhum jika ada orangtua yang berkeberatan melepas anaknya ke sekolah. Kini bola panas pendidikan dikembalikan kepada orangtua. Mengizinkan anak anaknya pergi ke sekolah atau tetap melakukan kegiatan pembelajaran jarak jauh.
Kesiapan Kurikulum Sekolah
Yang kedua kita berbicara kesiapan kurikulum sekolah dalam menghadapi situasi ini. Lagi-lagi mas menteri sebenarnya sudah melakukan ikhtiar dengan mengeluarkan kebijakan kurikulum darurat. Hanya saja jangan sampai kebijakan ini malah membuat guru dan insan pendidikan disibukan dengan penyusunan kurikulum secara dokumen dan abai dengan subjek pendidikan sesungguhnya yaitu anak-anak. Karena kebijakan kurikulum darurat ini dikeluarkan ketika tahun ajaran sudah berjalan.
Proses Belajar Mengajar
Yang ketiga, Kemudian bagaimana proses belajar mengajar ini berlangsung. Substansi sebenarnya ada di sini. Bila kita lihat dari apa yang dilakukan sekolah dalam masa pandemi ini memang beragam. Ada yang pure daring, guru dan siswa berinteraksi dengan menggunakan media. Seperti media sosial seperti WhatsApp, YouTube, Zoom meet, Google meet, dan lain sebagainya. Ada juga yang menggunakan sistem modul. Orang tua mengambil modul di sekolah untuk kegiatan satu minggu. Dan mengembalikannya di minggu berikutnya sambil mengambil modul selanjutnya. Kemudian ada juga yang dinamakan guru kunjung. Dimana guru yang aktif mengunjungi siswanya di rumah. Hal ini pun bukannya tanpa resiko, karena anak yang rentan terkena virus, sedangkan guru yang datang ke rumah bisa saja menjadi carrier virus yang tengah ditakuti saat ini.
Sebenarnya yang terpenting adalah bukan pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran tatap muka. Yang harus digaris bawahi adalah bagaimana proses pembelajaran itu berlangsung. Tak masalah pembelajaran secara jarak jauh apabila guru dapat mengkreasi sehingga terjadi interaksi aktif antara guru dan peserta didik. Dibutuhkan kreatiftas guru memang. Tapi setidaknya hal itu dilakukan demi melindungi anak-anak kita agar lebih aman. Dibandingkan dengan pembelajaran tatap muka saat pandemi tetapi prosesnya seperti pembelajaran daring. Guru memberi tugas, siswa mengerjakan tapi kemudian guru meninggalkan siswa dan kembali setelah diperkirakan siswa setelah selesai mengerjakan. Jika kegiatan tatap muka di sekolah prosesnya seperti itu. maka itu tidak lebih baik dari pembelajaran jarak jauh.
Pilihan ada di tangan kita. Membiarkan anak kita pergi ke sekolah untuk kegiatan pembelajaran secara tatap muka. Atau melanjutkan pembelajaran jarak jauh. yang terpenting saat ini adalah kesehatan dan keselamatan anak-anak kita tetap terjaga. Bukan kita sebagai orangtua saja yang merasa berat dengan kondisi sekarang ini, pihak sekolah dan guru pun pastinya mengalami hal yang serupa. Apalagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang tentunya sangat hati-hati dalam mengeluarkan kebijakan terkait dengan masa depan generasi penerus bangsa di masa yang akan datang. Harapan kita selalu sama, semoga badai cepat berlalu.